Monday, February 8, 2010

Pencinta Allah SWT...


Dalam hadis qudsi Allah Swt berfirman: ”Hamba-Ku, demi hak-Ku, Aku adalah pencinta bagiMu,
maka dengan hak-Ku atasmu jadilah kamu pencinta bagi-Ku. Wahai Musa, barang siapa
mencintai-Ku ia tidak akan melupakan-Ku, barang siapa berharap mengenal-Ku ia meminta
secara mendesak (terus-menerus dalam meminta). Wahai Musa, sesungguhnya Aku tidaklah
lupa akan ciptaan-Ku, namun Aku ingin agar para malaikat-Ku mendengar rintihan doa
hamba-hamba-Ku, dan para malaikat penjaga-Ku melihat -bagaimana - taqarrubnya Bani
Adam”.

Allah menekankan seorang hamba untuk menjadi pecinta-Nya. Allah juga menjelaskan kriteria
orang-orang yang mencintai-Nya. Ciri pertama orang yang mencintai Allah adalah selalu
mengingat-Nya. Mana mungkin seorang pecinta melupakan kekasihnya. Seseorang misalnya,
mencintai sesuatu dia akan selalu mengingat kekasihnya. Dia akan menyebut nama kekasihnya
setiap saat. Dia akan merasakan kerinduan yang syahdu ketika mengulang-ulang menyebut
dengan lembut kekasihnya. Hatinya dipenuhi oleh keinginan untuk bertemu dengan
kekasihnya. Jiwanya selalu menyemangati agar tetap dekat dan bersatu dengan kekasihnya.
Karena itu, ketika seorang hamba mencintai Allah swt, ia hanya memenuhi hatinya dengan
Allah, seluruh kegiatannya ditujukan untuk Allah, dan semua apa yang dia lihat hanya wujud
kekasih-Nya.

Ciri kedua seorang hamba yang mencintai Allah adalah senantiasa berdoa kepada Allah swt.
Karena seorang pecinta tidak ingin lepas dari kekasihnya, maka ia selalu menautkan diri
kepadanya. Seseorang yang mencintai Allah, dia akan menempuh munajat sebagai jalan
menjumpai-Nya. Doanya terus menerus, seakan tidak ingin berhenti berkomunikasi dengan
Tuhannya. Dia selalu asyik merintih, berkeluh kesah kepada kekasih-Nya. Sebagaimana cinta
Tuhan jauh lebih besar kepada hamba-Nya, maka Dia menginginkan agar munajat hamba-Nya
selalu terus-menerus memenuhi ’arsy-Nya. Allah swt bahkan ingin agar para malaikat melihat
bagaimana kedekatan hamba yang menjadi pecinta-Nya.

Allah Swt kemudian menutup hadis qudsi tersebut dengan anjuran yang sangat indah: ”Wahai
Musa, janganlah kalian ingkari nikmat, maka - jika kalian mengkufurinya, hal-hal yang negatif
akan segera menimpa kalian. Janganlah lupa bersyukur maka - jika kalian lupa- kehinaan akan
menusuk kalian. Kekehlah (mendesak secara terus menerus) dalam berdoa, maka kalian akan
diliputi rahmat dengan pengabulan (doa tersebut) dan kalian merasa senang dengan
kenikmatan kesehatan”.
 
Ciri ketiga pecinta Allah swt ialah mereka senantiasa bersyukur kepada kekasih-Nya. Syukur
merupakan ibadah yang istimewa. Syukur sama sekali bukan untuk menambah keagungan
Allah, sebaliknya syukur akan menambah kemuliaan pelakunya. Pecinta sejati akan selalu
bersyukur dan menganggap besar apapun yang diberikan oleh sang kekasih. Sebaliknya dia
akan menganggap kecil apapun yang dia persembahkan kepada kekasih-Nya. Hamba yang
mencintai Allah swt senantiasa menganggap besar apapun yang dikaruniakan Allah
kepadanya. Bahkan meskipun derita yang dia terima dalam hidup, ia akan mensyukurinya.
Syukurnya begitu agung, sehingga tidak hal-hal kecil yang dia diterima jika datang dari Allah
swt.
 
Hamba yang mencintai Allah swt senantiasa mengaggap kecil ibadahnya, menganggap kurang
kebaikannya. Dia tidak pernah berhenti untuk menyempurnakan ibadahnya. Dia selalu bekerja
keras untuk senantiasa menambah syukurnya, bahkan meluaskan rasa syukur itu dalam
untaian doa-doanya. Dan akhirnya, rahmat, nikmat dan karunia Allah swt akan mengalir deras
meliputi para pecinta-Nya.

Saturday, January 23, 2010

Rintihan Roh..

Diriwayatkan: “Jika roh telah keluar dari tubuh manusia dan telah
lewat tiga hari, maka roh itu berkata: “Wahai Tuhanku,
perkenankanlah aku sehingga aku berjalan dan melihat tubuhku yang
dahulu aku berada di dalamnya.” Maka Allah memperkenankan kepadanya.
Lalu ia datang ke kuburnya dan melihat kepadanya dari jauh. Kedua
lubang hidungnya dan mulutnya mengalir darah. Maka ia menangis
dengan suatu tangisan yang cukup lama. Lalu ia merintih, aduuuh hai
tubuhku yang miskin, wahai kekasihku. Ingatlah akan hari
kehidupanmu. Rumah ini adalah rumah serigala, bala bencana, rumah
yang sempit, rumah kesusahan dan penyesalan.





Setelah lewat lima hari roh berkata: “Wahai Tuhanku,
perkenankanlah aku untuk melihat tubuhku.” Maka Allah
memperkenankannya. Lalu ia datang ke kuburnya dan melihat dari jauh.
Dan mengalirlah kedua lubang hidung dan mulutnya berupa air nanah.


Firman Allah SWT bermaksud:
“Mereka tidak dapat berbicara pada hari roh (Jibril atau ruhul
qudus) dan para malaikat berdiri dengan berbaris.”
( An-Naba’: 38)


Disebutkan dalam satu keterangan, bahawa yang dimaksud roh itu
adalah rohnya anak Adam (manusia), dan keterangan yang lain
mengatakan bahawa roh itu adalah rohnya malaikat Jibril as. Juga ada
keterangan yang menyebutkan bahawa roh itu adalah rohnya Nabi
Muhammad SAW yang berada di bawah Arasy, ia minta izin dari Allah di
malam Lailatul Qadar untuk turun memberikan salam penghormatan
kepada seluruh mukminin dan mukminat dan roh itu berjalan melalui
mereka.


Ada pula yang menyebutkan bahawa roh itu adalah rohnya para
kerabat yang sudah mati, mereka berkata: “Wahai Tuhan kami, semoga
Engkau memperkenankan kami untuk turun ke rumah-rumah kami, sehingga
kami melihat anak-anak kami dan ahli-ahli kami. Maka roh-roh itu
turun pada malam Lailatul Qadar.


Sebagaimana Ibnu Abbas ra mengatakan: “Jika datang Hari Raya,
hari Asyura’, hari Jumaat yang pertama dari bulan Rajab, malam Nisfu
Sya’ban, Lailatul Qadar, dan malam Jumaat, roh-rohnya para mayat
semua keluar dari kubur mereka dan mereka semua berdiri di pintu-
pintu rumahnya seraya berkata: “Belas kasihanlah kamu semua kepada
kami di malam yang berkah ini dengan sedekah satu suap, sebab kami
memberikan sedekah. Jika kalian bakhil dengan sedekah, dan kamu
sekalian tidak mahu memberikannya, maka hendaklah kalian mengingat
kami dengan bacaan surah Al-Fatihah di malam yang penuh keberkahan
ini.


Adakah seorang telah belas kasihan kepada kami, apakah dari
salah seorang ada yang mengenangkan ratapan kami wahai orang yang
menempati rumah-rumah kami, wahai orang yang menikmati wanita
(isteri kami), wahai orang yang berdiri memperluas mahligai kami
yang sekarang kami dalam kesempitan kubur kami, wahai orang yang
membagi harta benda kami, wahai orang.yang menyiakan anak yatim
kami. Adakah salah seorang dari kamu sekalian ada yang mengenang
perantauan kami? Buku amal kami dilipat dan kitab amal kalian
dibuka. Dan bukanlah bagi mayat yang berada dalam liang kubur
melainkan pahalanya. Maka janganlah kalian melupakan kami dengan
sebuku rotimu dan doamu, sebab kami orang-orang yang berhajat kepada
kamu sekalian, selama-lamanya.


Jika mayat memperoleh sedekah dan doa dari mereka maka ia
kembali dengan riang gembira, dan jika ia tidak memperoleh maka ia
pulang dengan sedih dan duka serta terhalang, dan putus asa dari
mereka.
Telah diterangkan, bahawasanya roh dalam perkumpulan haiwan tidak
dalam seluruh tubuh, tapi ia dalam satu bahagian dari beberapa
bahagian yang tidak dapat ditentukan dengan dalil. Bahawasanya
seorang dilukai dengan luka-luka yang banyak maka ia tidak mati. Dan
ia dilukai dengan luka-luka satu maka ia menjadi mati. Sebab luka
itu jika menimpa pada tempat di mana roh bertempat di mana roh di
dalamnya, dan bahawasanya roh bertempat pada seluruh tubuh dan
bahawasanya mati itu dalam seluruh tubuh, maka Firman Allah SWT
menunjukkan:
Katakanlah: “la akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali
yang pertama.”
(Yaa Siin: 79)
Jika dikatakan, apakah bedanya antara roh dengan rawan? Maka
kita katakan hahwa keduanya adalah satu. Keduanya tidak ada
perbedaan, sebagaimana tubuh serta tangan adalah menjadi satu. Cuma
kalau tangan dapat bergerak kesana kemari tapi kalau tubuh sama
sekali tidak bergerak. Demikian pula rawan kesana kemari tapi sama
sekali tidak bergerak.
Kemudian mengenai tempatnya roh di dalam tubuh tidak dapat
ditentukan. Adapun tempatnya rawan di antara kedua alis. Maka jika
roh itu hilang seorang hamba menjadi mati, dan jika rawan hilang ia
menjadi tidur. Sebagaimana air yang dituangkan qas’ah dan ditaruh di
rumah ada matahari yang sinarnya melalui lubang atap dan qas’ah itu
tidak bergerak dari tempatnya.


Maka demikian halnya roh bertempat di dalam tubuh dan pusatnya
berada di Arasy. Adapun rawan melihat dikala bermimpi dan ia berada
di alam malakut.


Adapun tempatnya roh setelah dicabut, ada diterangkan bahawa
tempatnya disengkala yang didalamnya terdapat lubang sejumlah
bilangan haiwan-haiwan yang dijadikan sampai hari kiamat. Jika ia
mendapat kenikmatan berada di situ dan jika mendapat azab maka di
situ pula.


Ada disebutkan bahawa roh-roh para mukminin berada dalam telur
burung yang hijau di syurga iliyyin, adapun rohnya orang-orang kafir
berada dalam telur burung yang hitam di neraka. Dan ada dikatakan
bahawa rohnya para mukminin ketika dicabut, maka para malaikat
rahmat sama mengangkat membawa naik roh ke langit yang tujuh dengan
memuliakan dan mengagungkan. Kemudian dipanggil Zat pemanggil dari
sisi Allah yang Rahman: “Hendaklah kamu semua menulis roh itu dalam
Illiyyin lalu kembalikanlah ke bumi.”


Maka mereka mengembalikan roh seorang mukmin ke dalam tubuhnya
dan ia dibukakan pintu syurga, ia melihat tempatnya di syurga sampai
datangnya hari kiamat.


Dan bahawasanya rohnya orang-orang kafir sewaktu dicabut maka
para malaikat azab sama membawa naik roh itu ke langit dunia. Maka
ditutuplah pintu-pintu langit yang lain dan ia diperintah
mengembalikan ke tempat berbaring tubuhnya, kuburnya disempitkan dan
ia dibukakan pintu neraka. Oleh kerananya ia melihat tempat
kediamannya kelak sampai datangnya hari kiamat. Dalam hal ini
sebagaimana pernah disabdakan Nabi SAW, sehingga bahawasanya mereka
mendengar suara sandal-sandal kalian, hanya saja mereka terhalang
dari berkata.


Sebahagian Hukama’ ditanya tentang tempat roh-roh setelah mati, maka
ia menerangkan sebagai berikut:


1. Bahawasanya roh-roh para Nabi berada dalam Syurga Adn, ia berada
dalam liang yang menyenangkan tubuhnya. Adapun tubuh bersujud kepada
Tuhannya.
2. Roh-roh para Syuhada berada di syurga Firdaus, pada tengahnya
syurga itu berada dalam telih burung yang hijau yang terbang di
syurga sekehendak hatinya. Kemudian datang keqanadil yang
digantungkan di Arasy.
3. Adapun roh-rohnya anak-anak kecil yang Islam berada dalam telih
burung pipitnya Syurga.
4. Roh-rohnya para anak-anak musyrik berputar-putar di syurga dan
ia tidak punya tempat, sampai hari kiamat. Lalu mereka melayani para
mukminin.
5. Roh-rohnya orang-orang mukmin yang mempunyai hutang dan aniaya
digantung diangkasa. Ia tidak sampai ke syurga dan tidak pula ke
langit sampai ia membayar hutangnya dan penganiayaannya.
6. Roh-rohnya orang-orang Islam yang berdosa diazab dalam kubur
beserta tubuhnya.
7. Roh-rohnya orang-orang kafir dan munafik dalam penjara neraka
Jahannam dipintakan diwaktu pagi dan petang.


Dan disebutkan, bahawasanya roh adalah merupakan jisim yang
halus. Oleh kerana itu tidak dapat dikatakan jika Allah itu
mempunyai roh. Sebab mustahil kalau Allah mempunyai tempat seperti
jisim-jisim. Dan dikatakan bahawa roh adalah merupakan sifat dan
dikatakan pula kalau ia pecah jadi angin, maka kedua perkataan ini
adalah perkataannya orang yang mengingkari adanya seksa kubur.


Ada diceritakan, bahawasanya seorang Yahudi datang kepada Nabi
SAW, maka mereka bertanya kepada baginda tentang roh dari Ashabi
Raqim dan dari Raja Dzil Qarnain. Dengan perdebatan Yahudi itu maka
turunlah surah Al-Kahfi.
Dan diturunkan tentang haknya roh adalah Firman Allah SWT.


“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh, katakanlah: “Roh itu
termasuk urusan Tuhanku.”
(Yaa Siin: 79)

Sunday, December 20, 2009

"Enta ma'a man ahbabta?"

Pada suatu hari, salah seorang pengikut Nabi Isa as berdakwah di sebuah kota kecil. Orang-orang memintanya untuk melakukan mukjizat; menghidupkan orang mati, sebagaimana yang telah dilakukan Nabi Isa.

Pergilah mereka ke pemakaman dan berhenti di sebuah kuburan. Pengikut Nabi Isa itu lalu berdoa kepada Tuhan agar mayat dalam kuburan tersebut dihidupkan kembali. Mayat itu bangkit dari kuburnya, melihat ke sekeliling, dan berteriak-teriak, ?Keledaiku! Mana keledaiku?? Ternyata semasa hidupnya, orang itu sangat miskin dan harta satu-satunya yang paling ia cintai adalah keledainya.

Pengikut Nabi Isa itu lalu berkata kepada orang-orang yang menyertainya, Engkau pun kelak seperti itu. Apa yang kau cintai akan menentukan apa yang akan terjadi denganmu saat engkau dibangkitkan. "Anta ma'a man ahbabta". Di hari akhir nanti, engkau akan bersama dengan yang kaucintai.

Friday, December 18, 2009

Kepala Ikan untuk Sang Nelayan

Seorang nelayan salih di Tunisia tinggal di sebuah gubuk yang sederhana dari tanah liat. Setiap hari ia melayarkan perahunya untuk menangkap ikan. Setiap hari, ia terbiasa menyerahkan seluruh hasil tangkapannya pada orang-orang miskin dan hanya menyisakan sepotong kepala ikan untuk ia rebus sebagai makan malamnya.

Nelayan itu lalu berguru kepada syaikh besar sufi, Ibn Arabi. Seiring dengan berlalunya waktu, ia pun menjadi seorang syaikh seperti gurunya.

Suatu saat, salah seorang murid sang nelayan akan mengadakan perjalanan ke Spanyol. Nelayan itu memintanya untuk mengunjungi Syaikhul Akbar, Ibn Arabi. Nelayan itu berpesan agar dimintakan nasihat bagi dirinya. Ia merasakan kebuntuan dalam jiwanya.

Pergilah murid itu ke kota kediaman Ibn Arabi. Kepada penduduk setempat, ia menanyakan tempat tinggal sang syaikh. Orang-orang menunjukkan kepadanya sebuah puri indah bagai istana yang berdiri di puncak suatu bukit. "Itulah rumah Syaikh," ujar mereka.

Murid itu amat terkejut. Ia berfikir betapa amat duniawinya Ibn Arabi dibandingkan dengan gurunya sendiri, yang tak lebih dari seorang nelayan sederhana.

Dengan penuh keraguan, ia pun pergi mengunjungi rumah mewah yang ditunjukkan. Sepanjang perjalanan ia melewati ladang-ladang yang subur, jalanan yang bersih, dan kumpulan sapi, domba, dan kambing. Setiap kali ia bertanya kepada orang yang dijumpainya, selalu ia memperoleh jawaban bahwa pemilik dari semua ladang, lahan, dan ternak itu tak lain ialah Ibn Arabi. Tak henti-hentinya ia bertanya kepada diri sendiri, bagaimana mungkin seorang materialistik seperti itu boleh menjadi seorang guru sufi.

Ketika tiba ia di puri tersebut, apa yang paling ditakutinya terbukti. Kekayaan dan kemewahan yang disaksikannya di rumah sang syaikh tak pernah ia bayangkan, bahkan dalam mimpinya. Dinding rumah itu terbuat dari marmer, seluruh permukaan lantainya ditutupi oleh karpet-karpet mahal. Para pelayannya mengenakan pakaian dari sutra. Baju mereka lebih indah dari apa yang dipakai oleh orang terkaya di kampung halamannya.

Murid itu meminta untuk bertemu dengan sang syaikh. Pelayan menjawab bahwa Syaikh Ibn Arabi sedang mengunjungi khalifah dan akan segera kembali. Tak lama kemudian, ia menyaksikan sebuah arak-arakan mendekati puri tersebut. Pertama muncul pasukan pengawal kehormatan yang terdiri dari tentara khalifah, lengkap dengan perisai dan senjata yang berkilauan, mengendarai kuda-kuda arabia yang gagah. Lalu muncullah Ibn Arabi dengan pakaian sutra yang teramat indah, lengkap dengan surban yang lazim dipakai para sultan.

Si murid lalu dibawa menghadap Ibn Arabi. Para pelayan yang terdiri dari para pemuda tampan dan gadis cantik membawakan kue-kue dan minuman. Murid itu pun menyampaikan pesan dari gurunya. Ia menjadi tambah terkejut dan geram ketika Ibn Arabi mengatakan kepadanya, "Katakanlah pada gurumu, masalahnya adalah ia masih terlalu terikat kepada dunia."

Tatkala murid itu kembali ke kampungnya, guru nelayan itu dengan antusias menanyakan apakah ia sempat bertemu dengan syaikh besar itu. Dipenuhi keraguan, murid itu mengaku bahwa ia memang telah menemuinya. "Lalu," tanya nelayan itu, "apakah ia menitipkan kepadamu suatu nasihat bagiku?"

Pada awalnya, si murid enggan mengulangi nasihat dari Ibn Arabi. Ia merasa amat tak pantas mengingat betapa berkecukupannya ia lihat kehidupan Ibn Arabi dan betapa berkekurangannya kehidupan gurunya sendiri.

Namun karena guru itu terus memaksanya, akhirnya murid itu pun bercerita tentang apa yang dikatakan oleh Ibn Arabi. Mendengar itu semua, nelayan itu berurai air mata. Muridnya tambah kehairanan, bagaimana mungkin Ibn Arabi yang hidup sedemikian mewah, berani menasihati gurunya bahwa ia terlalu terikat kepada dunia.

"Dia benar," jawab sang nelayan, "ia benar-benar tak peduli dengan semua yang ada padanya. Sedangkan aku, setiap malam ketika aku menyantap kepala ikan, selalu aku berharap seandainya saja itu seekor ikan yang utuh.

Monday, December 14, 2009

..ERTI CINTA.. (Al-Junaid Al-Baghdadi - Mahkota Kerohanian)

Pada satu musim haji, beberapa orang ahli sufi telah berkumpul di Mekkah termasuk Abu Bakar Al-Kattani dan Al-Junaid Al-Bagdadi. Waktu itu Junaid masih lagi muda tetapi merupakan ahli sufi,yang demikian beliau merupakan kalangan ahli sufi yang termuda di dalam majlis tersebut.

Mereka sedang membahaskan konsep cinta kepada Allah khususnya menurut ahli sufi. Masing-masing mengemukakan pendapat masing-masing di dalam majlis tersebut. Setelah itu mereka yang lain merasa ingin mendengar pula pendapat ahli sufi muda ini dalam hal tersebut.
"Sila kemukakan pendapatmu wahai pemuda iraq." kata mereka kepada Al-Junaid. Maka tertunduklah kepala Al-Junaid dan bersertalah air matanya mengalir dipipinya yang kemudian mengangkat kembali kepalanya seraya berkata,

"Orang yang asyik Cinta kepada Allah ialah orang yang membebaskan dirinya dari segala nafsunya, dan sebagai akibat daripada itu, dia hanya menyibukkan dirinya berzikir kepada Allah S.W.T.

Dia sentiasa melaksanakan segala tugas-tugas yang Allah suruhkan kepadanya, dia melihat kebesaran Allah dengan mata hatinya. Nur Allah dan kebesaran-Nya menguasai dan menghiasi seluruh jiwanya, sehingga kosong hatinya dari apa saja melainkan Allah. Dia telah minum air cinta yang jernih daripada-Nya.

Tersingkaplah segala Hijab sehingga jelas baginya. maka jika ia bercakap, dia tidak bercakap melainkan bersama Allah.

Dari mulutnya tidak keluar satu perkataan melainkan Allah. Demikian jua jika ia bergerak, maka gerak itu atas perintah Allah, dan jika ia mendiamkan diri, dia bersama Allah. Pokoknya segala apa saja gerakan, perkataan dan fikirannya hanyalah kerana Allah dan bersama Allah."
Mendengar keterangan yang sangat menakjubkan itu, maka menangislah kesemua ahli sufi yang hadir dan syeikh yang hadir, lalu berkata " Tidak ada penjelasan yang lebih baik dan terang selain itu." Mereka tersangat kagum kepada Junaid kerana masih terlalu muda dan berupaya mengeluarkan perkataan itu. "Semoga Allah tetap membimbingmu wahai mahkota kerohanian." kata mereka lagi.

3 nasihat buat si salik(Pencari Allah)

Pada suatu hari, ada seseorang menangkap burung. Burung itu berkata kepadanya, Aku tak berguna bagimu sebagai tawanan. Lepaskan saja aku. Nanti aku beri kau tiga nasihat.

Si burung berjanji akan memberikan nasihat pertama ketika berada dalam genggaman orang itu. Yang kedua akan diberikannya kalau ia sudah berada di cabang pohon dan yang ketiga ketika ia sudah mencapai puncak bukit.

Orang itu setuju, lalu ia meminta nasihat pertama. Kata burung itu, Kalau kau kehilangan sesuatu, meskipun engkau menghargainya seperti hidupmu sendiri, jangan menyesal.

Orang itu pun melepaskannya dan burung itu segera melompat ke dahan. Disampaikannya nasihat yang kedua, Jangan percaya kepada segala yang bertentangan dengan akal, apabila tak ada bukti.

Kemudian burung itu terbang ke puncak gunung. Dari sana ia berkata, Wahai manusia malang! Dalam diriku terdapat dua permata besar, kalau saja tadi kau membunuhku, kau akan memperolehnya. Orang itu sangat menyesal memikirkan kehilangannya, namun katanya, setidaknya, katakan padaku nasihat yang ketiga itu!

Si burung menjawab, Alangkah tololnya kau meminta nasihat ketiga sedangkan yang kedua pun belum kau renungkan sama sekali. Sudah kukatakan padaku agar jangan kecewa kalau kehilangan dan jangan mempercayai hal yang bertentangan dengan akal. Kini kau malah melakukan keduanya. Kau percaya pada hal yang tak masuk akal dan menyesali kehilanganmu. Aku pun tidak cukup besar untuk menyimpan dua permata besar! Kau tolol! Oleh karenanya kau harus tetap berada dalam keterbatasan yang disediakan bagi manusia.

(Catatan: Dalam lingkungan sufi, kisah ini dianggap sangat penting untuk mengakalkan fikiran siswa sufi, menyiapkannya menghadapi pengalaman yang tidak boleh dicapai dengan cara-cara biasa. Di samping penggunaannya sehari-hari di kalangan sufi, kisah ini terdapat juga dalam karya klasik Rumi, Matsnawi. Kisah ini juga ditonjolkan dalam Kitab Ketuhanan karya Fariduddin Aththar, salah seorang guru Rumi. Kedua tokoh sufi itu hidup pada abad ketiga belas.)

Wednesday, December 9, 2009

Zun' nun Al-Misri - Mengenal Sufi

Dalam khazanah kisah kisah sufi ada diceritakan tentang seorang pemuda yang begitu lantang mencemuh tokoh sufi Zun Nun Al Misri dan tarikatnya. Sesudah si pemuda puas memperlihatkan kebenciannya, Al Misri mencabut cincin daripada jarinya dan berkata, "Bawalah cincin ini ke pasar, gadaikanlah dengan harga satu dinar saja"
Pemuda itu hairan, namun cincin itu diterimanya jua dan dibawa ke pasar. Dia menawarkan kepada para pedagang, dari penjual buah sampai penjual makanan. Tiada seorang pun melirik apatah lagi tertarik. Lalu dengan wajah hampa pemuda itu kembali kepada Al Misri dan berkata, "Engkau membohongiku, cincin ini tidak berharga"

Jawab Al Misri, " Jangan marah dulu, sekarang juallah cincin itu kepada ahli permata. Tawarkan seribu dinar."

Tentu saja pemuda itu menjadi gusar. tapi rasa ingin tahunya membuatkan dia menuruti perintah ahli sufi itu. Sungguh menghairankan, ternyata para pedagang permata berebut untuk membeli cincin itu. Pemuda itu merasa takjub dan bergegas menemui Al Misri dan berkata " Mereka bersaing untuk membelinya."

"Nah." kata Al Misri. "Orang tidak akan mengetahui suatu benda berharga atau tidak jika ia belum mengenalnya. Bagaimana mungkin kamu berani mencaci para sufi dan ilmu tasauf, jika kamu belum mengetahui isinya? Pelajari dulu baik baik, barulah tentukan pendapatmu. Itulah sikap orang bijak."

30 Tahun Pencarian...

Ahli sufi tdk merasa akan kehidupannya yg di alami kerana bgnya ia cuma mimpi.. mereka tdk dapat membezakan antara kesakitan dan kesenangan. Bahkan mereka memilih utk kesusahan krn membuatkan ia tdk bergantung kpd selainNYA.

"Selama 30 tahun aku mencari diriku, bila kutemui, baru kurasa kehidupan setelah kematianku, sdgkan jasadku blum lagi mati.."

"Suatu hri ada org kaya menjemput seorang miskin yg hina di mata masyarakat, utk pergi kenduri dirumahnya, namun bila si miksin sampai ke rumah tersebut, dia dihalau krn wajahnya menakutkan dan kotor, dia pun pulang.

Pd mggu kedua, org yg sama menjemput spy ia hadir ke majlis kesyukuran, namun bila ia sampai, dia dihalau krn wajahnya yg kotor dan pakaiannya yg comot, dia pun pulang...
Mggu yg ke-3 terjadilah perkara yg sama, sewaktu dia pulang seseorang telah menegurnya seraya bertanya:

"Tuan, tuan datang bila dijemput, tuan pulang tanpa rasa kecewa bila dihalau, mengapa tuan tdk marah krn diperlakukan sdemikian rupa?"

Dia menjawab:
"Masakan saya marah, kamu lihat anjing, bila dipanggil ia datang, bila dihalau ia pergi.. anjing pun boleh buat sedemikian, inikan pula saya hamba Allah sebaik2 kejadian.."

Terdengar jawapan, org yg bertanya td terpaku bagai ditusuk panah ke juzuk hatinya lalu pitam krn terlhat keajaiban hati seorang insan berjiwa sufi.

"Bunuhlah dirimu dan kembali kpdNYA, robekkan jiwamu kosong, biar cuma ada DIA."

Tuesday, December 8, 2009

Zinnirah - Wanita Berjiwa Sufi

Zinnirah adalah seorang gadis yangberasal dari Rome. Kehidupan keluarganya sangat miskin dan dalamkeadaan serba kekurangan. Ketika berlaku satu peperangan besar di Rome ,Zinnirah terpisah daripada keluarganya lalu menjadi tawanan perang.

Sejak itudia dijual sebagai hamba dan sering bertukar tangan. Sepanjang menjadi hamba abdi, Zinnirah dilayan dengan kasar dan adakalanya diperlakukan seperti binatang oleh tuannya. Suatu hari Zinnirah berkenalan dengan seorang hamba yang senasib dengannya.

Perkenalan itu akhirnya membawa Nur Islam dalam diri Zinnirah kerana hamba itu menerangkan ajaran yang disampaikan oleh Rasulullah. Penerangan yang tulus itu membuka hati Zinnirah untuk memeluk Islam. Namun, dia terpaksa melakukan ibadat secara rahsia kerana tuannya memusuhi Islam.

Nasibnya lebih malang apabila dia bertukar tangan kepada bangsawan Quraisy yang sangat berpengaruh masa itu, Umar Al-Khattab. Ketika itu, Umar belum memeluk Islam dan juga tidak mengetahui keIslaman Zinnirah. Umar yang sangat memusuhi Rasulullah terkenal dengan bengis dan kasarnya sehingga digeruni, baik lawan maupun kawan.

Akhirnya, Umar mengetahui mengenai keIslaman Zinnirah apabila suatu hari dia mendengar gadis itu membaca al-Quran. Ini menimbulkan kemarahan Umar yang mahu menghukumnya dengan siksaan berat.

“Tahukah kamu apa hukuman yang layak untukmu?” Tanya Umar keras dengan wajah bak singa sambil mengheret Zinnirah ke tengah padang pasir. Di situ, Umar mengikat kaki dan tangan Zinnirah dan menjemurnya di tengah panas terik. “Inilah caranya supaya kamu insaf,” katanya lalu meninggalkanZinnirah di situ.

Walaupun mukanya perit dipanah matahari dan kehausan, Zinnirah tabah menghadapi penderitaan itu sambil mulutnya tidak berhenti membisikkan Allah.. Allah…Apabila melihat hamba abdinya belum insaf, Umar menyeretnya ke pinggir kota dan mengikatnya di tiang. Dia menyuruh orang mengorek mata Zinnirah sehingga buta. Walaupun darah bercucuran daripada matanya dan dia diejek oleh orang kafir Quraisy yang percaya dia dilaknat tuhan Lattadan Uzza, iman Zinnirah tidak luntur malah mampu berkata, “Sekalipun aku dibunuh, kepercayaanku masih tetap pada Allah yang Esa. “Penderitaannya itu akhirnya sampai ke pengetahuan Abu Bakar as-Siddiq yang membeli Zinnirah dengan harga tinggi. Sejak itu, dia tekun beribadat dan dengan kurnia Allah, kedua-dua matanya yang buta itu bercahaya semula. Peristiwa yang mengagumkan ini menyebabkan ramaiorang Quraisy memeluk Islam.

Monday, December 7, 2009

Pembukaan kepada yang ghaib - Syeikh Abdul Qadir Al-Jilani

Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

Apabila seorang hamba Allah SWT itu diuji oleh Allah, maka mula-mulanya dia akan cuba melepaskan dirinya dari ujian atau cubaan yang menyusahkannya itu. Jika ia tidak berjaya, ia akan meminta pertolongan dari orang lain seperti raja-raja atau orang-orang yang berkuasa, orang-orang dunia, orang-orang hartawan dan jika ia sakit ia akan pergi meminta pertolongan doctor atau bomoh. Jika ini pun tidak berjaya, maka kembalilah ia menghadapkan wajahnya kepada Allah SWT dan memohon sambil merayu kepadaNya. Selagi ia boleh menolong dirinya, dia tidak akan meminta pertolongan orang lain. Selagi pertolongan orang lain didapatinya, dia tidak akan meminta pertolongan Allah SWT.

Jika dia tidak dapat pertolongan Allah, maka berterusanlah ia merayu, sembahyang, berdoa dan menyerahkan dirinya dengan penuh harapan dan cemas terhadap Allah SWT. Allah SWT tidak akan menerima rayuannya sehingga dia memutuskan dirinya dengan keduniaan. Setelah putuslah dia dengan hal-hal keduniaan, maka ketentuan dan kerja Allah akan terzahir melalui orang itu dan lepaslah ia dari hal-hal keduniaan. Tinggallah padanya ruh sahaja.

Pada peringkat ini tidaklah nampak olehnya melainkan kerja atau perbuatan Allah SWT den tertanamlah dalam hatinya kepercayaan yang sebenar-benarnya tentang tauhid ( keEsaan Allah). Pada hakikatnya tidak ada pelaku atau penggerak atau yang mendiamkan kecuali Allah SWT tidak ada baik dan tidak ada jahat, tiadan rugi dan tiada untung, dan tidak ada faedah dan tiada anugerah dan tidak ada sekatan, tidak terbuka dan tidak tertutup, mati dan hidup, mulia dan hina, kaya dan papa, bahkan segala-galanya adalah dalam ‘tangan’ Allah.

Hamba Allah itupun seperti bayi dipangkuan ibunya atau seperti orang mati yang sedang mendiamkan diri atau seperti bola dikaki pemain bola, melambung, bergolek ke atas, ke tepi dan ke tengah, senantiasa berubah tempat dan kedudukan. Dan tidak ada pada dirinya upaya dan daya. Maka lenyaplah ia keluar dari dirinya dan masuk ke dalam lakuan Allah SWT semata-mata.

Si hamba Allah yang begini tidak nampak yang lain kecuali Allah dan perbuatan-perbuatanNya. Tidak ada yang didengar dan diketahuinya kecuali Allah. Jika ia melihat sesuatu, maka dilihatnya perbuatan atau kerja Allah. Jika ia mendengar atau mengetahui sesuatu, maka didengarnya perkataan-perkataan Allah dan jika ia mengetahui sesuatu, maka diketahuinya melalui pengetahuan Allah. Ia akan dianugerahi dengan anugerah Allah. Beruntunglah dia, kerana hampirnya dengan Allah. Beliau akan diperhias dan dimuliakan.

Redhalah dia dengan Allah. Bertambah hampirlah dia dengan Tuhannya. Bertambahlah cintanya dengan Allah.Bertambalah seronoknya dalam mengenang Allah. Terdirilah ia ‘di dalam Allah’. Allah akan memimpinnya dan menghiasinya dengan pakaian cahaya ilmu Allah dan terbukalah kepadanya hijab yang melindunginya dari rahsia-rahsia Allah Yang Maha Agung. Beliau mendengar dan mengingat hanya dari Allah Yang Maha Tinggi. Sentiasalah dia bersyukur dan sembahyang ke hadrat Allah SWT.

Thursday, November 19, 2009

Syeikh Ibnu Athoi'llah Al-Iskandari

Kelahiran dan keluarganya
Pengarang kitab al-Hikam yang cukup populer di negeri kita ini adalah Tajuddin, Abu al-Fadl, Ahmad bin Muhammad bin Abd al-Karim bin Atho’ al-Sakandari al-Judzami al-Maliki al-Syadzili. Ia berasal dari bangsa Arab. Nenek moyangnya berasal dari Judzam yaitu salah satu Kabilah Kahlan yang berujung pada Bani Ya’rib bin Qohton, bangsa Arab yang terkenal dengan Arab al-Aa’ribah. Kota Iskandariah merupakan kota kelahiran sufi besar ini. Suatu tempat di mana keluarganya tinggal dan kakeknya mengajar. Kendatipun namanya hingga kini demikian harum, namun kapan sufi agung ini dilahirkan tidak ada catatan yang tegas. Dengan menelisik jalan hidupnya DR. Taftazani bisa menengarai bahwa ia dilahirkan sekitar tahun 658 sampai 679 H.

Ayahnya termasuk semasa dengan Syaikh Abu al-Hasan al-Syadili -pendiri Thariqah al-Syadziliyyah-sebagaimana diceritakan Ibnu Atho’ dalam kitabnya “Lathoiful Minan “ : “Ayahku bercerita kepadaku, suatu ketika aku menghadap Syaikh Abu al-Hasan al-Syadzili, lalu aku mendengar beliau mengatakan: “Demi Allah… kalian telah menanyai aku tentang suatu masalah yang tidak aku ketahui jawabannya, lalu aku temukan jawabannya tertulis pada pena, tikar dan dinding”.

Keluarga Ibnu Atho’ adalah keluarga yang terdidik dalam lingkungan agama, kakek dari jalur nasab ayahnya adalah seorang ulama fiqih pada masanya. Tajuddin remaja sudah belajar pada ulama tingkat tinggi di Iskandariah seperti al-Faqih Nasiruddin al-Mimbar al-Judzami. Kota Iskandariah pada masa Ibnu Atho’ memang salah satu kota ilmu di semenanjung Mesir, karena Iskandariah banyak dihiasi oleh banyak ulama dalam bidang fiqih, hadits, usul, dan ilmu-ilmu bahasa arab, tentu saja juga memuat banyak tokoh-tokoh tasawwuf dan para Auliya’ Sholihin
Oleh karena itu tidak mengherankan bila Ibnu Atho’illah tumbuh sebagai seorang faqih, sebagaimana harapan dari kakeknya. Namun kefaqihannya terus berlanjt sampai pada tingkatan tasawuf. Hal mana membuat kakeknya secara terang-terangan tidak menyukainya.

Ibnu Atho’ menceritakan dalam kitabnya “Lathoiful minan” : “Bahwa kakeknya adalah seorang yang tidak setuju dengan tasawwuf, tapi mereka sabar akan serangan dari kakeknya. Di sinilah guru Ibnu Atho’ yaitu Abul Abbas al-Mursy mengatakan: “Kalau anak dari seorang alim fiqih Iskandariah (Ibnu Atho’illah) datang ke sini, tolong beritahu aku”, dan ketika aku datang, al-Mursi mengatakan: “Malaikat jibril telah datang kepada Nabi bersama dengan malaikat penjaga gunung ketika orang quraisy tidak percaya pada Nabi. Malaikat penjaga gunung lalu menyalami Nabi dan mengatakan: ” Wahai Muhammad.. kalau engkau mau, maka aku akan timpakan dua gunung pada mereka”. Dengan bijak Nabi mengatakan : ” Tidak… aku mengharap agar kelak akan keluar orang-orang yang bertauhid dan tidak musyrik dari mereka”. Begitu juga, kita harus sabar akan sikap kakek yang alim fiqih (kakek Ibnu Atho’illah) demi orang yang alim fiqih ini”.

Pada akhirnya Ibn Atho’ memang lebih terkenal sebagai seorang sufi besar. Namun menarik juga perjalanan hidupnya, dari didikan yang murni fiqh sampai bisa memadukan fiqh dan tasawuf. Oleh karena itu buku-buku biografi menyebutkan riwayat hidup Atho’illah menjadi tiga masa :

Masa pertama
Masa ini dimulai ketika ia tinggal di Iskandariah sebagai pencari ilmu agama seperti tafsir, hadits, fiqih, usul, nahwu dan lain-lain dari para alim ulama di Iskandariah. Pada periode itu beliau terpengaruh pemikiran-pemikiran kakeknya yang mengingkari para ahli tasawwuf karena kefanatikannya pada ilmu fiqih, dalam hal ini Ibnu Atho’illah bercerita: “Dulu aku adalah termasuk orang yang mengingkari Abu al-Abbas al-Mursi, yaitu sebelum aku menjadi murid beliau”. Pendapat saya waktu itu bahwa yaang ada hanya ulama ahli dzahir, tapi mereka (ahli tasawwuf) mengklaim adanya hal-hal yang besar, sementara dzahir syariat menentangnya”.

Masa kedua
Masa ini merupakan masa paling penting dalam kehidupan sang guru pemburu kejernihan hati ini. Masa ini dimulai semenjak ia bertemu dengan gurunya, Abu al-Abbas al-Mursi, tahun 674 H, dan berakhir dengan kepindahannya ke Kairo. Dalam masa ini sirnalah keingkarannya ulama’ tasawwuf. Ketika bertemu dengan al-Mursi, ia jatuh kagum dan simpati. Akhirnya ia mengambil Thariqah langsung dari gurunya ini.
Ada cerita menarik mengapa ia beranjak memilih dunia tasawuf ini. Suatu ketika Ibn Atho’ mengalami goncangan batin, jiwanya tertekan. Dia bertanya-tanya dalam hatinya : “apakah semestinya aku membenci tasawuf. Apakah suatu yang benar kalau aku tidak menyukai Abul Abbas al-Mursi ?. setelah lama aku merenung, mencerna akhirnya aku beranikan diriku untuk mendekatnya, melihat siapa al-Mursi sesungguhnya, apa yang ia ajarkan sejatinya. Kalau memang ia orang baik dan benar maka semuanya akan kelihatan. Kalau tidak demikian halnya biarlah ini menjadi jalan hidupku yang tidak bisa sejalan dengan tasawuf.

Lalu aku datang ke majlisnya. Aku mendengar, menyimak ceramahnya dengan tekun tentang masalah-masalah syara’. Tentang kewajiban, keutamaan dan sebagainya. Di sini jelas semua bahwa ternyat al-Mursi yang kelak menjadi guru sejatiku ini mengambil ilmu langsung dari Tuhan. Dan segala puji bagi Allah, Dia telah menghilangkan rasa bimbang yang ada dalam hatiku”.
Maka demikianlah, ketika ia sudah mencicipi manisnya tasawuf hatinya semakin tertambat untuk masuk ke dalam dan lebih dalam lagi. Sampai-sampai ia punya dugaan tidak akan bisa menjadi seorang sufi sejati kecuali dengan masuk ke dunia itu secara total, menghabiskan seluruh waktunya untuk sang guru dan meningalkan aktivitas lain. Namun demikian ia tidak berani memutuskan keinginannya itu kecuali setelah mendapatkan izin dari sang guru al-Mursi.

Dalam hal ini Ibn Athoilah menceritakan : “Aku menghadap guruku al-Mursi, dan dalam hatiku ada keinginan untuk meninggalkan ilmu dzahir. Belum sempat aku mengutarakan apa yang terbersit dalam hatiku ini tiba-tiba beliau mengatakan : “Di kota Qous aku mempunyai kawan namanya Ibnu Naasyi’. Dulu dia adalah pengajar di Qous dan sebagai wakil penguasa. Dia merasakan sedikit manisnya tariqah kita. Kemudian ia menghadapku dan berkata : “Tuanku… apakah sebaiknya aku meninggalkan tugasku sekarang ini dan berkhidmat saja pada tuan?”. Aku memandangnya sebentar kemudian aku katakan : “Tidak demikian itu tariqah kita. Tetaplah dengan kedudukan yang sudah di tentukan Allah padamu. Apa yang menjadi garis tanganmu akan sampai padamu juga”.
Setelah bercerita semacam itu yang sebetulnya adalah nasehat untuk diriku beliau berkata: “Beginilah keadaan orang-orang al-Siddiqiyyin. Mereka sama sekali tidak keluar dari suatu kedudukan yang sudah ditentukan Allah sampai Dia sendiri yang mengeluarkan mereka”. Mendengar uraian panjang lebar semacam itu aku tersadar dan tidak bisa mengucapkan sepatah katapun. Dan alhamdulillah Allah telah menghapus angan kebimbangan yang ada dalam hatiku, sepertinya aku baru saja melepas pakaianku. Aku pun rela tenang dengan kedudukan yang diberikan oleh Allah”.

Masa ketiga
Masa ini dimulai semenjak kepindahan Ibn Atho’ dari Iskandariah ke Kairo. Dan berakhir dengan kepindahannya ke haribaan Yang Maha Asih pada tahun 709 H. Masa ini adalah masa kematangan dan kesempurnaan Ibnu Atho’illah dalam ilmu fiqih dan ilmu tasawwuf. Ia membedakan antara Uzlah dan kholwah. Uzlah menurutnya adalah pemutusan (hubungan) maknawi bukan hakiki, lahir dengan makhluk, yaitu dengan cara si Salik (orang yang uzlah) selalu mengontrol dirinya dan menjaganya dari perdaya dunia. Ketika seorang sufi sudah mantap dengan uzlah-nya dan nyaman dengan kesendiriannya ia memasuki tahapan khalwah. Dan khalwah dipahami dengan suatu cara menuju rahasia Tuhan, kholwah adalah perendahan diri dihadapan Allah dan pemutusan hubungan dengan selain Allah SWT.
Menurut Ibnu Atho’illah, ruangan yang bagus untuk ber-khalwah adalah yang tingginya, setinggi orang yang berkhalwat tersebut. Panjangnya sepanjang ia sujud. Luasnya seluas tempat duduknya. Ruangan itu tidak ada lubang untuk masuknya cahaya matahari, jauh dari keramaian, pintunya rapat, dan tidak ada dalam rumah yang banyak penghuninya.
Ibnu Atho’illah sepeninggal gurunya Abu al-Abbas al-Mursi tahum 686 H, menjadi penggantinya dalam mengembangkan Tariqah Syadziliah. Tugas ini ia emban di samping tugas mengajar di kota Iskandariah. Maka ketika pindah ke Kairo, ia bertugas mengajar dan ceramah di Masjid al-Azhar.
Ibnu Hajar berkata: “Ibnu Atho’illah berceramah di Azhar dengan tema yang menenangkan hati dan memadukan perkatan-perkatan orang kebanyakan dengan riwayat-riwayat dari salafus soleh, juga berbagai macam ilmu. Maka tidak heran kalau pengikutnya berjubel dan beliau menjadi simbol kebaikan”. Hal senada diucapkan oleh Ibnu Tagri Baradi : “Ibnu Atho’illah adalah orang yang sholeh, berbicara di atas kursi Azhar, dan dihadiri oleh hadirin yang banyak sekali. Ceramahnya sangat mengena dalam hati. Dia mempunyai pengetahuan yang dalam akan perkataan ahli hakekat dan orang orang ahli tariqah”. Termasuk tempat mengajar beliau adalah Madrasah al-Mansuriah di Hay al-Shoghoh. Beliau mempunyai banyak anak didik yang menjadi seorang ahli fiqih dan tasawwuf, seperti Imam Taqiyyuddin al-Subki, ayah Tajuddin al-Subki, pengarang kitab “Tobaqoh al-syafi’iyyah al-Kubro”.
Sebagai seoarang sufi yang alim Ibn Atho’ meninggalkan banyak karangan sebanyak 22 kitab lebih. Mulai dari sastra, tasawuf, fiqh, nahwu, mantiq, falsafah sampai khitobah.

Karomah Ibn Athoillah
Al-Munawi dalam kitabnya “Al-Kawakib al-durriyyah mengatakan: “Syaikh Kamal Ibnu Humam ketika ziarah ke makam wali besar ini membaca Surat Hud sampai pada ayat yang artinya: “Diantara mereka ada yang celaka dan bahagia…”. Tiba-tiba terdengar suara dari dalam liang kubur Ibn Athoillah dengan keras: “Wahai Kamal… tidak ada diantara kita yang celaka”. Demi menyaksikan karomah agung seperti ini Ibnu Humam berwasiat supaya dimakamkan dekat dengan Ibnu Atho’illah ketika meninggal kelak.
Di antara karomah pengarang kitab al-Hikam adalah, suatu ketika salah satu murid beliau berangkat haji. Di sana si murid itu melihat Ibn Athoillah sedang thawaf. Dia juga melihat sang guru ada di belakang maqam Ibrahim, di Mas’aa dan Arafah. Ketika pulang, dia bertanya pada teman-temannya apakah sang guru pergi haji atau tidak. Si murid langsung terperanjat ketiak mendengar teman-temannya menjawab “Tidak”. Kurang puas dengan jawaban mereka, dia menghadap sang guru. Kemudian pembimbing spiritual ini bertanya : “Siapa saja yang kamu temui ?” lalu si murid menjawab : “Tuanku… saya melihat tuanku di sana “. Dengan tersenyum al-arif billah ini menerangkan : “Orang besar itu bisa memenuhi dunia. Seandainya saja Wali Qutb di panggil dari liang tanah, dia pasti menjawabnya”.

Ibn Atho’illah wafat
Tahun 709 H adalah tahun kemalangan dunia maya ini. Karena tahun tersebut wali besar yang tetap abadi nama dan kebaikannya ini harus beralih ke alam barzah, lebih mendekat pada Sang Pencipta. Namun demikian madrasah al-Mansuriyyah cukup beruntung karena di situlah jasad mulianya berpisah dengan sang nyawa. Ribuan pelayat dari Kairo dan sekitarnya mengiring kekasih Allah ini untuk dimakamkan di pemakaman al-Qorrofah al-Kubro.

If Tomorrow Never Comes - Andai Esok Kiamat...

If tomorrow never comes
Have I done what I should have done today
Or did I just let time slip away

If tomorrow never comes
Have I said sorry to the people I have done wrong hurting
And plead to God for forgiveness for all my sinning

If tomorrow never comes
Did I say thanks to the people I know,
Or I just didn’t bother to show

If tomorrow never comes
I won’t let the day pass away,
And cherish what I have today

If tomorrow never comes
I’m sure to strive my best,
And make that day the best from the rest

We will never know if we have tomorrow,
So I plead to God with full of sorrow:
DEAR LORD SHOW ME THE WAY,
FOR YOUR WAY IS THE ONLY WAY,
AND MAKE MY EVERYDAY MY BEST DAY, AMIN!


ANDAI ESOK KIAMAT


Andai esok kiamat
Aku mahu mati
Dalam dakap kasih sahabat
Yang tahu peritnya aku

Andai esok kiamat
ingin kukucup dahi insan
Yg hampir syahid melahirkan
Relaku tebus segala dosanya
Tanda ku balas jasa..

Andai esok kiamat
Kuingin didakap
kasihnya seorang ayah
Yg mendidik agamaMU

Andai esok kiamat,
Belum lagi kupohon
Keampunanku yg lalu,
Walau kutahu kau Maha
Pengampun,

Andai esok kiamat,
Adakah diri hina ini
Akan terus hina di sisi MU,
Terimalah taubatku.

Wednesday, November 18, 2009

Rahmat-MU..

Alhamdulillah...

Hari ni ana rasa bersyukur sangat atas limpahan rahmatNYA, majlis hari kecemerlangan berjalan lancar.. ana diberi tugas mengurus teknikal PA sistem dan persembahan murid. segalanya berjalan dengan penuh ketenangan seperti yang dirancang. tak sangka latihan persembahan yang cuma 2 hari berjaya menjadi tumpuan semua dan menambat hati hadirin yang datang di majlis tu.. ana rasa tenang sangat. semuanya dengan pertolongan dan rahmat Allah yang Maha Luas.. mudah2an apa yang dipersembahkan dapat menjadi iktibar dan keinsafan dalam hati setiap hadirin.

sesungguhnya rahmatMU amat indah dan menenangkan jiwa...
Terima kasih ya Tuhan..
akan kuperjuangkan syiarMU di muka bumi ini selagi hayat ada dengan izinMU.
aku tiada daya tiada kekuatan melainkan dengan pertolonganMU ya Allah..
ku sentiasa dalam keinsafan.
 

Diriku..

"Tuhanku, sesungguhnya telah menolak aku semua alam ini dalam menuju kepada Mu. Dan sesungguhnya ilmuku telah memberhentikan aku dihadapan Mu kerana adanya kemurahan Mu." -Si Cacai hina-

Site Info

Doa Kekasih Allah...

“Tuhanku! Apa sahaja yang Engkau hendak kurnia kepadaku berkenaan dunia, berikanlah kepada musuhku dan apa sahaja kebaikan yang Engkau hendak kurnia kepadaku berkenaan akhirat, berikanlah kepada orang-orang yang berIman, kerana aku hanya hendakkan Engkau kerana Engkau. Biarlah aku tidak dapat Syurga atau Neraka. Aku hendak pandangan Engkau padaku sahaja.” -Rabi'atul Adawiyyah-

.....SUFI JALANKU..... Copyright © 2009 Template is Designed by Islamic Wallpers